Kemarin: Kau, Aku, dan Sepeda Tua

Teruntuk lentera hidupku,

Masih lekang dalam ingatanku betapa kau suka menyesap hangat kepalaku saat ku terlelap.
Aku yang dengan kepura-puraanku semakin menutup rapat pejamku, diam-diam tersenyum dalam hati

"Aku menyayangimu, Pa."

Katamu, semestinya saat beranjak tidur, aku membasuh kakiku dengan air supaya aku bisa tertidur dengan nyenyak. Tapi jika kantuk sudah terlalu membuaiku dalam timangnya, kau akan mengambil handuk basah lalu kau usapkan telapak-telapak kaki mungilku hingga bersih.

Kadang dengan sengaja aku melelapkan diri hanya agar bisa merasakan usapan-usapan kecil itu.

"Aku suka saat kau membasuh kakiku saat aku terlelap, Pa. Rasanya dingin, nyaman sekali."

Sebelum malam menjadi terlalu malam, kita menghabiskan waktu berdua. Di atas sepeda abu tuamu, dengan tawa dan asap-asap rokok yang kau hembuskan.

Lalu sambil mengarahkan telunjuk aku mulai membingungkanmu dengan pertanyaan-pertanyaan aneh.

"Kenapa kalau hujan sering ada lingkaran warna-warni di jalanan, Pa? Dari mana itu?"

"Itu minyak dari mobil. Nanti kalau sudah besar, kamu akan pelajarin itu di sekolah."

Kemudian hingga langit malam terlanjur menghitam dan udara menjadi terlalu dingin, kita terus bertualang dengan sepeda tuamu.
Aku harap, aku bisa kembali merasakan hal-hal itu di sana nanti, Pa.

Aku merindukanmu.

0 comments:

Post a Comment


up