Semoga - Ruth Dian Kurniasari

Masih harum tengkukmu yang kuhidu bersama sisa-sisa kenangan di cangkir ini.

Remah percakapan kita: tentang eksistensi Tuhan, tentang lirik lagu ‘Bintang Kecil’, tentang lawakan yang dipaksakan terdengar lucu di televisi. Semua masih terngiang, gamblang.

Kau pernah berkata, “Carilah bahagiamu, namun jangan pusatkan padaku. Karena jika nanti aku hilang dari pandangmu, bisa jadi serentak sirna tawamu.”

Ternyata semesta punya telinga, bahkan kuasa untuk menguji tiap kata.

Seperti dipertemukan sembari menunggu dipisahkan, namun tak pernah dipertemukan kembali.

Seperti dipaksa menguntai lagi jahitan-jahitan cerita yang pernah dan sempat aku dan kamu renda.

Seperti diizinkan mencintai, namun setelah hatimu penuh sesak dengan bunga warna-warni, kau jugalah yang harus mencabut akarnya satu per satu hingga mati.

Maka di ujung bait ini, tiada lagi inginku, hanya semoga Tuhan berbaik hati menyilang-salingkan tadir kita, untuk sekadar memperbaiki apa yang telah dengan payah kita rengkuh, namun kita sia-siakan.

0 comments:

Post a Comment


up